Tangga Menggapai Asa

Ujian dalam hidup itu pasti ada. Kisi-kisinya udah Allah kasih tau di surat al-mulk ayat 2, bahwa Allah menciptakan mati dan hidup untuk menguji siapa yang paling baik amalnya. Jadi, kalau mau naik level kualitas diri, harus mau diuji. Kalau mau semakin kuat, harus siap ditempa. Biasanya ujian itu ada dititik terlemah kita. Tapi manusia gak tau bentuk ujiannya seperti apa.


Makanya jangan suka ngiri sama hidup orang lain yang keliatannya tenang-tenang aja. Padahal, kita gak tau aja ujian yang dia hadapi sebesar apa diranah yang lainnya. Tapi jarang sih ada orang yang iri sama ujian orang lain. Adanya orang yang membandingkan ujian tiap orang. Lalu merasa bahwa ujian orang lain itu receh dan lebih ringan dibanding ujian hidupnya sendiri. Akhirnya jadi dramatisasi penderitaan. Kayak sinetron yang sountracknya "kumenangiss membayangkan... " Hehe. 


Jadi, ujian pasti ada. Selagi kita masih di dunia. Ada disemua fase hidup kita. Gak cuma jomblo aja yang hidupnya paling menderita. Tapi anak kecil serta orang dewasa pun punya ujiannya di level yang berbeda.


Kunci kedua soal ujian ada di surat Al-Baqarah ayat 286. "Laa yukallifullahu nafsan illa wus'ahaa.." Baca sendiri ya lengkapnya dan resapi. Ternyata, ujian itu tanda cinta Allah sama kita. Ujian bukan siksaan. Sebab ujian dijanjikan Allah untuk tidak melebihi batas kemampuan tiap insan.


Ujian kita ya cuma kita yg sanggup lewatinya. Begitupun ujian orang lain. Maka fokuslah pada bagaimana kita merespon ujian ini. Karena setiap ujian, pastilah tentang sesuatu yang tidak sesuai harapan. 


Disitulah kita akan naik tangga kedua yaitu tentang bagaimana kita untuk "menerima takdirNya". Saat diuji dengan sesuatu yang tak sesuai harap, masihkah kita beriman? 


Iman itu yakin sama Allah. Husnudzon billah. Gak putus asa sama realitas yang ada. Serta respon yang mengarah pada amalan terbaik. Buat orang yang gak menerima takdir, pasti hatinya gelisah, gundah, marah dan kecewa. Sampao ada yang ingin menggugat takdir. Bahkan ada juga yang ingin mengakhiri cerita hidupnya dengan jalan yang tidak semestinya. Naudzubillah. 


Aku paham bahwa menerima takdir itu tidak mudah. Butuh proses panjang. Tapi ingatlah, semakin kamu tidak menerima, hatimu makin tersiksa. Kunci dari penerimaan pada takdir adalah keyakinan kita pada Allah yang Maha Kuasa atas takdir. Sadari bahwa ada sesuatu yang emang diluar kuasa kita. Ada Dzat yang Maha Besar yang mengatur dengan sempurna hidup kita. 


Makanya takdir itu rahasia. Supaya kita sadar bahwa ada Allah tempat berharap dan bersandar. Agar tiap ikhtiar yang kita lakukan bukan hanya untuk mencapai segala yang diimpikan. Melainkan hanya untuk membuka jalan menuju takdir Allah yang telah tergariskan. 


Kalau takdir mudah ditebak, mungkin nonton film gak jadi seseru itu ya. Kalau hidup kita udah ketauan endingnya, pasti jadi gak semangat juga untuk meraih impian. Sehingga ketidakpastian terhadap takdir akan menyelamatkan kita. Akan banyak kejutan yang akan kita dapatkan selama hidup. 


Jadi untuk bisa menerima takdir, kita butuh menambah yakin kita pada Allah. Iman ini harus dijaga dan ditumbuhkan terus. Gimana biar tambah yakin? Harus makin kenal dengan Allah. Kita aja bisa percaya sama orang, pasti karena kita kenal banget sama orang itu. Nah, kalau kita mau makin yakin sama Allah, kenali lagi Allah. Sadari lagi siapa kita. Jangan sampai kita lupa diri dan menganggap bahwa kita lebih tau yang terbaik untuk diri dibandingkan Allah Sang Pencipta diri.


Makanya tangga selanjutnya adalah Al-Qur'an. Ini adalah sejatinya penyembuh. Udah resep paling ampuh. Kita bisa mulai mengenali Allah lewat firmanNya langsung. Lalu kenali lewat Rasulullah, yang menjadi utusan yang membawa risalah ini. Jadi akan valid juga ya. Bukan lagi "katanya... " tapi langsung dari sumber utama.


Al-Qur'an itu bukan bacaan biasa.Banyak banget mukjizatnya. Menyimpan banyak kunci jawaban atas setiap ujian dunia bahkan sampe dikasih juga bocoran saat di akhirat. Kurang baik apa lagi Allah sama kita ya? 


Tapi apa yang kita lakuin kalau lagi galau? Malah nyari hiburan yang melenakan. Dengerin lalu galau, nonton film drama, baca hal2 receh yang aneh-aneh sebagai wujud "lari dari kenyataan".


Padahal gak bisa bikin kita sembuh. Ujiannya bakal tetep ada. Sampai kita mau menghadapi dan menyelesaikannya. 


Maka jadikanlah Al-Qur'an sebagai sahabat kita mulai saat ini. Al-Qur'an adalah petunjuk hidup kita. Bacanya aja bikin hati tenang. Bikin iman bertambah karena isinya bener-bener jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang membuat kita bimbang. Jangan ngeyel lagi! Ambil Al-Qur'an, baca dan menangislah bersama.


Kalau udah digenggam Al-Qur'annya. Jangan dilepas lagi ya. Nanti hatinya gelisah lagi. Kalau sudah begitu bisa jadi bikin kita turun tangga lagi. Bisa balik ketemu ujian yang sama. Kayak remedial gitu. Gak maukan?


Maka ayok, bismillah.. Back to Qur'an, ngaji lagi, cari guru yg mau membina. Cari temen-temen sholihah yang mau tulus ngingetin kita. Tapi sebelum itu, mintalah bimbingan Allah. Sebelum naik tangga berikutnya yaitu ikhtiar mencari solusi, kita butuh kembali pada Allah dulu. Benerin hubungan kita dengan Allah. Lewat apa? Sholat. 


Jadi benerin sholat kita. Biar akses kita menuju Allah lancar. Mungkin doa-doa kita selama ini bukannya gak diijabah, tapi terhalang karena dosa-dosa kita sendiri. Berarti bukan karena Allah gak sayang sama kita, tapi kitanya yang suka dzalim sama diri sendiri. 


Maka kunci lainnya saat diuji adalah sabar dan sholat. Sabar ketika diuji akan membuahkan pahala yang tanpa batas. Bahkan dapat menggugurkan dosa-dosa kita ketika kita ridho. Maka bersabarlah, lalu katakan "innalillahi wa inna ilaihi raa ji'un". Sesungguhnya semua dari Allah dan akan kembali pada Allah. 


Ketika sabar sudah mulai mekar, in syaa Allah kita sudah siap untuk kembali membenahi ikhtiar. Sekarang ikhtiarnya dengan iman yang maksimal. Ikhtiarnya untuk berharap ampunan dan ridho Allah. Ikhtiarnya untuk menuju Allah. Seperti kisahnya Siti Hajar yang sa'i untuk mencari air. Yang dicari beliau bukan airnya tapi yanv punya air, yaitu Allah. 


Kalau sudah ketemu sama yang punya segala, rasanya cukup sudah ya. Kita gak butuh apa-apa lagi. Sebab Allah Maha Rahman dan Maha Rahim. Saat kita jauh aja, kita masih diberi nikmat. Apalagi saat kita berlari mendekat? Ya Allah.


Maka bener kan ya, ujian itu untuk melihat siapa hambaNya yang semakin diuji malah semakin baik amalnya. Bukan sebaliknya. Jadi, teruslah berjuang untuk beramal. Meski disaat tidak baik-baik aja. 


Sadarilah, bahwa sebenarnya titik terendah hidup kita adalah titik terdekat kita menuju Allah. Just focus on Allah. Sampao hati kita benar-benar berserah sepenuhnya pada Allah. Sampai gak ada yang memenuhi hati kita lagi selain Allah. Laa haulaa walaa quwwata illa billah.. 


Hingga tanggal tawakal pun bisa kita naiki. Tidak lagi sibuk menebak takdir. Tidak mudah lagi patah hati hanya karena dunia. Yang ada hanyalah diri yang ridho atas segala ketetapan Allah dan yakin atas janjiNya. 


Bukankah Allah berjanji bagi orang yang bertawakal itu ada pertolongan Allah yang tidak disangka-sangka? 


Untukmu yang sedang diuji dalam hidup ini. Jangan putus asa dari rahmat Allah. Karena sejatinya hidup adalah pembuktian cinta kita pada Allah. Sampai nanti kita bertemu Allah. Semoga dalam keadaan terbaik. Nafsul mutmainnah, yang ridho dan diridhoiNya. Husnul Khotimah, yang amal baik jadi ujungnya. Syahid fii sabilillah, yang jalan juang menuju Allah sebagai saksinya. 


Semoga bermanfaat. Saling mendo'akan ya, sahabat. 

Asrida Juliana. 

Mujahidah Writer

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mudah Menikah

Fenomena Left Grup Part 2

Renungan Pranikah