Mencuci Masalah


Kegiatan beresin rumah adalah kegiatan sehari-hari kita. Paling hanya bisa kita lewati kalau kita lagi liburan aja. Itu pun gak lama-lama. Pasti aktivitas ini setiap hari kita lakukan. Menyapu dan mengepel lantai, mencuci dan melipat pakaian serta mencuci berbagai perkakas rumah.

Aku orang yang suka merenungi setiap kejadian. Bahkan setiap bersih-bersih rumah pun aku sambil sibuk berdialog dengan pikiran. Diamku adalah tanda kalau pikiranku sedang asik berdiskusi. Menganalogikan sesuatu atau mengingat kembali nasihat guru.

Aku dulu suka bertanya dalam diri sebuah pertanyaan yang bermula dari kata kenapa. Suatu ketika aku berpikir, "kenapa sih harus beberes, nyuci dan lainnya?"

Bukan karena pengen ngeluh. Tetapi ada aja titik dimana untuk mengerjakan aktivitas beres-beres rumah terasa jenuh. Muncul pertanyaan itu sekaligus menjadi sebuah jalan untuk memaknai setiap kegiatan. Sehingga menjadi lebih bersemangat dan bahagia saat menjalaninya.

Aktivitas beberes rumah yang paling bikin mager alias males aku jalani adalah cuci piring. Butuh kesabaran untuk mulai melakukannya. Buatku, cucian piring yang bertumpuk  bak gunung itu bikin pusing. Ditambah pada setiap piring kadang masih ada sisa makanan atau sampah yang menyertai.

Susunan gelas dan piring yang ditaruh sembarangan pun menambah kerumitannya. Mau mulai dari mana kalau pemandangan cucian piring serumit ini. Akhirnya aku pun merasa lelah duluan sebelum melakukan.

Tetapi karena ini perintah orang tua, aku berusaha paksakan. Dari mulai nyuci piring yang lama banget karena takut pecah. Sampai mulai terlatih dan beradaptasi pada berapapun cucian piring yang ada. Lalu mendapat pola yang sistematis dalam mencuci piring.

Pola ini ternyata bisa dianalogikan untuk menghadapi masalah. Coba kita renungkan bersama. Misalnya cucian piring ibarat jumlah ujian. Semakin banyak cucian berarti semakin banyak masalah yang ada.

Biasanya semakin kita sering menunda untuk cuci piring, semakin banyak tumpukan yang terjadi. Sama halnya dengan masalah. Ketika kita sering menunda untuk menyelesaikan masalah, lama kelamaan masalah kian banyak dan bertumpuk sehingga membuat mental kita semakin lemah.

Kalau sudah menjadi sebuah tumpukan cucian, reaksi pertama saat kita melihatnya ialah lelah secara psikis. Pilihannya dua, mau dihadapi atau mau lari. Kalau kita lari ke kamar, cucian piring mungkin gak terlihat tetapi saat kembali ke dapur dia masih ada. Ketika kita membiarkan cucian piring tertumpuk lalu stoknya habis. Saat mau dipakai malah gak bisa. Semakin menderita jadinya.

Maka, ga ada pilihan lain selain menghadapinya. Menghadapi kenyataan bahwa cucian piring sudah menggunung. Menerima segala bentuk keadaan yang ada dan perlahan tapi pasti kita mulai beradaptasi dengan keadaan.

Berarti gak ada pilihan lain juga saat kita menjumpai masalah selain dengan menghadapinya. Lari dari masalah hanya akan membuat kita samakin lelah. Bahkan bisa menyebabkan masalah kian bertambah. Maka saat jiwa kita mulai terasa berat, cobalah lihat beban masalah yang kita bawa.

Bisa jadi awalnya hanya masalah kecil tetapi saat ditampung dalam waktu lama, berubah menjadi masalah yang kian besar dan menganggu. Selain hadapi kita perlu menerima dulu. Ingatlah bahwa masalah ini bukan akhir dari segalanya. Percayalah bahwa ujian yang Allah beri tidak pernah melebihi batas kemampuan kita. Atas izin Allah kita pasti mampu menyelesaikannya.

Kembali ke pembahasan cucian piring. Kita akan merasa kebingungan saat melihat cucian piring yang berantakan. Maka sebelum kita mulai mencuci, kita susun dulu dan kelompokkan dengan jenis yang sama. Gelas sama gelas, piring sama piring, sampai terlihat lebih lega dari sebelumnya. Sambil kita sisihkan juga sampah-sampah yang ada padanya. Supaya tidak menjadi penyebab sumbatan air.

Maka saat masalah terasa rumit, pelik dan berat. Cobalah tenangkan diri kita. Kita susun dulu masalah yang ada. Bisa ditulis dan mulai dikelompokkan. Supaya kita tidak bingung lagi mau mulai dari mana.

Lalu mulailah cuci satu persatu kelompok yang sudah tersusun tadi. Mulai dari gelas dulu, lalu mangkok dan piring dan terakhir alat-alat masak. Kalau tempat cucian kita sempit, kita bisa bikin antrian barang yang mau dicuci. Supaya terasa fokus dan ringan. Kerjakan dengan sabar dan tanpa terasa semua telah kembali bersih dan rapi.

Oiya, biasanya menjelang selesai akan hadir rasa puas. Merasa sebagian besar cucian udah dibersihkan. Tinggal alat masak aja yang belum. Akhirnya kita tinggalkan. Padahal ini penyebab tumpukan cucian berikutnya. Maka selesaikan sampai tuntas. Jangan cepat merasa puas.

Dalam menyelesaikan masalah juga demikian. Kita gak bisa langsung menyelesaikan semua masalah sekaligus. Kapasitas diri kita terbatas. Maka selesaikan masalah satu persatu. Dari yang masalah yang paling penting dulu sampai masalah yang biasa. Fokus saat sudah memilih prioritas. Supaya bisa segera teratasi dengan baik dan rapi.

Jalani saja satu persatu tantangannya. Bayangkan kalau kita sedang berjalan menuju keadaan yang lebih baik dan menenangkan. Selama prosesnya kita bisa merenung dan mengambil hikmah disetiap kejadian.

Selain sabar yang menjadi modal utama dalam menyelesaikan masalah. Prasangka baik atau husnudzon adalah penguatnya. Kita sadari bahwa segala ketetapan datang dari Allah. Sudah semestinya kita kembalikan lagi pada Allah.

Maka saat mengadapi masalah sebenarnya itulah titik termudah untuk berserah. Semakin kita berserah pada Allah maka semakin kita mendapat banyak hikmah. Disaat itulah Allah limpahkan hidayah. Hingga setelah masalah menemui solusinya, kebersyukuran ikut menyertainya.

Sehingga masalah menjadikan diri kita makin taat dan dekat dengan Allah. Membuat kita lebih bijak dan bertanggung jawab dalam bertindak. Sebab hidup tak pernah luput dari ujian. Maka jadikan setiap ujian sebagai jalan untuk menambah iman dan ketaatan.

Begitulah hasil perenungan sederhana tentang cuci piring dan proses penyelesaian masalah. Mari kita belajar memaknai setiap aktifitas yang kita lakukan setiap hari. Tentu dimulai dari niat untuk mendapat Ridho Illahi agar senantiasa dalam bimbingan Illahi Rabbi.

Asrida Juliana.
Mujahidah Writer
Jakarta, 6 Juli 2020

Komentar

  1. Masyaa allahπŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸŒΈ

    BalasHapus
  2. Maa syaa Allah ka ♡♡♡ jazakillahu khayran terus semangat menulis dan berbagi inspirasi ya ka hamasah Lillah! :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mudah Menikah

Fenomena Left Grup Part 2

Renungan Pranikah