Metamorfosa Iman, Ramadhan dan Asa Perubahan



Telah hampir sampailah kita pada ujung bulan Ramadhan. Bagaimana rasanya? Pasti beragam warna. Ada yang suka cita menyambut bulan syawal dan ada yang bersedih hati karena ditinggal bulan suci. Jujurlah wahai hati, apa rasa yang ada saat ini?

Bulan suci tetaplah bulan suci meski ditengah pandemi. Sebab kemuliaan, rahmat, serta janji-Nya selalu pasti. Mungkin kita sudah sangat hafal dengan keutamaan bulan ini. Bulan penuh rahmat, ampunan dan juga lipat ganda pahala bertubi-tubi.

Sebelum Ramadhan, semarak menyambutnya begitu tinggi. Target amalan, sudah begitu rapi. Ramadhan di dirumah aja, semestinya membuat waktu kita lebih banyak untuk Ibadah. Tetapi ternyata masih ada seribu alasan untuk tak beranjak dari perubahan sejati.

Saat Ramadhan, syaitan dibelenggu. Tapi nafsu dan syahwat kita tetap bisa mengelabui diri. Bagi yang puasa dengan level tertinggi, InsyaAllah ia juga akan mampu menjaga semua panca inderanya serta pikiran dan hati dari hal yang sia-sia apalagi yang Allah murkai.

Maka kita bisa lihat, ada orang baik yang semakin baik saat Ramadhan. Ada yang belum baik tetapi atas izin Allah mendapat hidayah untuk menjadi baik. Tapi, celaka jika ada orang baik yang berubah menjadi tidak baik serta orang yang tidak baik dan membiarkan dirinya dalam kesesatan.

Dimanakah keadaan diri kita selama bulan suci ini? Hanya kita yang mampu menjawab masing-masing dihadapan cermin kejujuran. *Sudahkah perubahan sejati aku lakukan di bulan suci?*

Ah, memang satu bulan itu begitu singkat sekali. Yang lama dinanti, sebentar lagi akan pergi. Yang lama kita harap, esok akan usai membersamai diri. Namun, *perubahan apa yang terjadi selama bulan suci? Apakah hanya menjadi wacana dan basa basi?*

Cobalah kita evaluasi sejanak, apakah ada perubahan signifikan selama Ramadhan ini?

Iman dan amal sholeh itu selalu berdampingan. Sebab amal sholeh adalah pembuktian dari iman. Serta iman ialah pondasi terkuat untuk beramal. Jika kita ingin mengukur seberapa besar iman kita, cobalah ukur pada seberapa besar ketataan kita pada Allah melalui amalan yang kita usahakan. Mari renungkan lagi dua amalan penting penjuang iman. Ialah sholat dan mengaji Al-Qur'an.

Bagaimana shalat kita? Sudahkan yang wajib terjaga dan diawal waktu? Sudahkah yang sunnah ikut bertambah? Sudahkah sholat malam ikut ditengakkan? Sudahkah bersegera menyambut pertemuan denganNya selepas seruan adzan dikumandangkan?

Bukan hanya kuantitas, bagaimana kualitas sholat kita? Sudahkan shalat ini diusahakan khusyu'? Sudahkan shalat membuat kita enggan berbuat maksiat? Sudahkah shalat kita membuat hati tenang? Sudahkah sholat kita benar-benar menjadi penghubung antara kita dengan Allah?

Ah, kita pun sudah lama tau bahwa sholat adalah *tiang agama*. Sebuah tiang bangunan saja amat sangat berpengaruh terhadap semua kekokohan bangunan. Apalah artinya jika semua elemen rumah dibuat begitu mewah sementara tiangnya rapuh? Niscaya bangunan itu akan runtuh jua.

Bagaimana sholat kita? Itulah cerminan hidup kita selama ini. Shalat yang terjaga dan diawal waktu akan membuat kita menjadi orang yang amanah dan pandai mengatur waktu. Kedisiplinan dan integritas akan ikut tercermin dalam perilaku. Sehingga hidupnya tak mudah goyah saat ujian menerpa. Sebab ia yakin pertolongan Allah itu dekat bagi siapa saja yang mau mendekat.

Sholat ialah amalan pertama yang akan dihisab. Jika amalan sholat kita minim bahkan kosong. Amalan lain menjadi tak ada artinya. Sia-sia semua kebaikan jika sholat mudah kita tinggalkan.Selama Ramadhan, sudahkah ada perubahan atas kuantitas dan kualitas sholat kita? Salah satu ibadah yang fundamental penentu diterima atau tidaknya amalan yang lainnya.

Selain sholat, mari kita ingat lagi bagaimana interaksi kita dengan Al-Qur'an?

Ramadhan adalah bulan turunnya Al-Qur'an. Maka ia juga disebuh syahrul Qur'an. Segala yang berurusan dengan Al-Qur'an memang akan ikut mulia. Sebab kemuliaan sejati ialah milih Illahi Rabbi. Al-Qur'an ialah firman Allah yang murni. Sudah teruji, terbukti dan pasti jika ini bukan perkataan manusia. Inilah bukti KuasaNya. Inilah pesan cinta dari Rabb kita.

Lalu selama ramadhan ini, sudah berapa banyak tilawah Al-Qur'an kita?Sudah seberapa kuat kita berlama-lama Al-Qur'an? Sudah sejauh mana kita menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk hidup? Mana yang lebih sering kita baca, tulisan manusia atau Al-Qur'an, Firman Allah yang mulia?

Ramadhan dan Al-Qur'an adalah sebuah paket yang tak bisa dipisahkan. Ramadhan tanpa Al-Qur'an hanya akan membuat hati kosong dan gelisah. Ibarat rumah tanpa penghuni, itulah kondisi hati yang jauh dari Al-Qur'an.

Godaan syaitan yang mendasar untuk manusia ialah menjauhkan kita dari Al-Qur'an. Membuat hidup kita banyak distraksinya. Entah sosial medialah, rebahanlah, main gamelah serta urusan tak manfaat lainnya.

Semestinya selama ramadhan kita bisa lebih bermesraan dengan Al-Qur'an. Menghidupkan lagi hati yang telah lama mati dan mengisi lagi kekosongannya dengan obat paling mujarab.

Mari kita renungi bersama, *apakah perubahan dalam diri selama bulan suci?*
_________________________

*Apa yang kita kejar selama Ramadhan?*

Jika tadi kita sudah bermuhasabah terhadap amalan selama Ramadhan, mari kembali kita bahas terkait hal mendasar yang menjadi tujuan awal kita selama ini.

Untuk apa kita berpuasa di bulan suci? Apakah hanya untuk menjalankan kewajiban sebagai muslim? Apakah karena memenuhi perintah agama? Apakah karena sudah terbiasa saja?

Sebenarnya tujuan utama dari puasa di bulan suci Ramadhan ini ialah agar kita mendapat gelar taqwa. Sebuah gelar tertinggi dan bernilai istimewa sekali. Kita mungkin sudah hafal dengan QS. Al-Baqarah : 183 tentang perintah puasa yang diujungnya terdapat tujuan agar menjadi orang yang  *bertaqwa*.

Mengapa taqwa itu penting? Karena keuntungan yang diperoleh orang yang bertaqwa itu luar biasa. Didunia, Allah berjanji akan memberi solusi dari setiap masalah dan rezeki yang tak terduga (QS.At-Thalaq : 2-3), diberikan ilmu (QS.Al-Baqarah : 282), serta akan dibukakan pintu-pintu keberkahan dari langit dan bumi (QS. Al-A'raf :96).

Lalu di akhirat, orang yang bertaqwa akan diampuni dosanya (QS.Al-Anfal : 29), diselamatkan saat menyembrangi jembatan sirath (QS. Maryam : 71-71) dan menjadi penghuni syurga (QS. Maryam : 63 & QS. Muhammad: 15)

Lulusan terbaik Ramadhan ialah melahirkan orang-orang yang bertaqwa. Dimana segala kebaikannya meliputi dunia hingga akhirat. Pasti kita semua mau jika ditawarkan segala keuntungan dari orang yang bertaqwa. Tapi, sudah sejauh mana kita berjuang meraihnya?

Taqwa dalam pengertiannya ialah menaati semua perintahNya dan menjauhi semua laranganNya. Secara aplikatif, taqwa ada tiga hal. Pertama selalu taat kepadaNya, jangan maksiat kepadaNya. Kedua, selalu mengingatNya, jangan melupakanNya. Ketiga, selalu bersyukur kepadaNya, dan jangan mengkufuri nikmatNya. Hakikat taqwa itu bisa tercapai, *jika malaikat pencatat amal buruk kita, sudah tidak lagi bekerja.*

Ramadhan pasti berlalu. Tetapi berjuang untuk meraih derajat taqwa harus selalu. Karena peluang untuk menjadi taqwa itu selalu ada. Selama kita masih diberi kesempatan hidup di dunia.

Namun memang, Ramadhan adalah salah satu kesempatan besar untuk melakukan perubahan besar-besaran. Bahkan perubahan ini tidak kita lakukan sendirian. Melainkan bersama-sama oleh semua kaum muslimin diseluruh belahan dunia. Kita sedang berlomba-lomba memperebutkan prestasi tertinggi. Yang menang adalah yang mau berjuang hingga sampai pada garis finish sejati yaitu ajal atau mati.

Maka tak mungkin kita bisa mencapai prestasi taqwa dengan kondisi iman dan amal yang biasa bahkan lalai. Mustahil kita mau pulang ke syurga tapi tak menempuh jalan menujunya. Meski kita tak bisa menghalangi kepergian bulan suci, tetapi mari kita bersiap untuk menyambut kembali bulan suci berikutnya dengan persiapan lebih dini.

Jika kita merasa, sholat kita masih terasa berat, latihlah lagi pasca Ramadhan selama 11 bulan kedepan untuk menjaganya. Jika tilawah Al-Qur'an kita selama Ramadhan masih terbata-bata, siapkan 11 bulan kedepan untuk melancarkan bacaan dan membiasakan berinteraksi lebih sering dengan Al-Qur'an. Jika selama puasa kita masih belum bisa menahan nafsu dan amarah, latihlah lagi dengan memperbanyak puasa sunnah selama 11 bulan sebelum Ramadhan. Serta, jika kita belum bisa bersedekah karena keterbatasan harta, mulailah menabung untuk persiapan sedekah besar-besaran di bulan penuh berkah.

Jangan menunggu datangnya Ramadhan ditahun depan untuk *berjanji* untuk memulai perubahan. Mulailah saat ini, di malam terakhir penghujung Ramadhan, kita serahkan semuanya habis-habisan. Sebab bisa jadi, ini benar-benar Ramadhan terakhir kita.

*Bahasan taqwa dikutip dari buku Catatan Pendidikan, Ustad Ardiansyah
___________________________

Konsep Perubahan

Teringat sebuah konsep tentang perubahan. Bagaimana perubahan itu bisa terjadi dan bertahan?

C = D x V x F > R

C : Change
D : Dissatisfaction
V : Vission
F : First Step
R : Resistent

Rumus ini adalah sebuah pola perubahan yang di dapat dari teori Gleicher, Beckhard, Harris yang saya dapatkan dari materi Coaching bersama Pak Asep Haerul Ghani seorang psikolog, pakar hipnosis dan psikoterapis Indonesia.

Jadi, untuk mengelola perubahan ialah dengan *menaikkan rasa tidak nyaman, menguatkan visi dan memantapkan langkah awal* agar daya tolak terhadap perubahan bisa diminimalisir.

Coba kita renungkan, jangan-jangan kita menolak perubahan karena kita masih merasa nyaman dengan kondisi yang ada. Alias terjebak dalam zona nyaman. Inilah yang membuat diri takut melangkah dan tidak ada energi untuk berubah.

Tidak ada pertumbuhan dizona nyaman! Rebahan terus di dunia, hati-hati berakibat penyesalan besar di akhirat. Jangan sampai karena terlalu banyak rebahan di dunia, menyebabkan rebahan di atas bara api neraka. Naudzubillah.

Segera keluar dari zona nyaman! buang semua alasan pembenaran. Tegaslah untuk mendidik diri. Semakin keluar dari zona nyaman, maka semakin tinggi energi untuk berubah!

Selanjutnya tetapkan visi perubahan.* Jika tadi kita sepakati bahwa tujuan dari perubahan ini adalah untuk mengejar prestasi taqwa, maka teruslah perkuat visi taqwa ini dengan iman dan ilmu.

Rencanakan amalan apa yang akan menjadi andalan kita selama hidup. Tentu setelah kita menguatkan segala ibadah wajib. Serta apa kontribusi kita untuk ummat? Karena jadi baik sendiri itu berat. Maka jalan dakwah adalah penguatnya.

Tulislah visi dunia yang menyelematkan hingga akhirat. Misalkan niat kaya karena ingin sedekah lebih banyak. Niat jadi ilmuan karena ingin membangkitkan tradisi ilmu dan berkontribusi untuk Islam. Niat jadi politisi karena ingin membangun sistem yang islami. Begitu seterusnya. Sehingga sebesar apapun visi kita, tetap kita persembahkan segalanya pada Allah, Rabb yang menciptakan kita.

Terakhir, mantapkan langkah awal! Sebab langkah awal kita menentukan akhirnya. Kalau kita memulai perubahan tanpa keyakinan yang penuh untuk bisa berubah, langkah maju-mundur akan terus kita lakukan. Ini juga bisa menjadi penghambat perubahan.

Maka, mulai, mulai, mulai. Sekarang bukan nanti. Saat ini, hari ini, bukan besok! Mulai dari yang mudah dan yang kecil tapi teruslah dilakukan sepanjang hari. Sebab istiqomah adalah perjuangan sepanjang hayat sampai mati dalam keadaan husnul khotimah.

Buka mata dan hati untuk melihat peluang yang Allah berikan sebagai jalan
untuk mewujudkan visi kita tadi. Mulailah sekarang dan tuntaskan sampai titik darah penghabisan. Fokus pada tujuan dan tetap berjuang!

Kalau semangat perubahan kembali turun, lakukan tiga hal tadi. Naikkan lagi ketidaknyamanan, kuatkan visi dan mulai!

Bismillahi tawakaltu 'alallah..

Semoga segala langkah perubahan yang kita upayakan ini diiringi dengan keridhoan Allah. Aamiin ya Rabb.
____________________________

Apakah kita yakin bahwa amalan kita sudah diterima?

Kita beramal sebanyak apapun, belum ada jaminan kalau amalan kita diterima. Tapi sedikit saja maksiat yang kita kerjakan, sudah pasti terhitung dosa.

Maka, berhati-hatilah dalam beramal. Jangan sombong dengan kuantitas amal. Tp jgn pula lalai sampai enggan beramal.

Beramal dengan hati. Menjeda amal dengan niat dan do'a. Sebab kalau hanya merutinkan amal, tentu mudah. Tapi bagaimana memunculkan rasa cinta terhadap ketaatan, sungguh tidak semua orang bisa.

Ciri diterimanya amal ialah tidak kembali berbuat dosa, membenci perilaku maksiat, mudah menangisi dosa-dosa, berada diantara rasa harap dan takut terhadap kondisi amal, diberi taufiq oleh Allah untuk melakukan ketaatan selanjutnya, mencintai ketaatan, mencintai orang-orang sholeh, istiqomah, merasa rindu dengan ibadah dan tidak terburu-buru dalam melakukan ibadah.

Lalu apakah yakin amal kita sudah diterima?

Jujurlah dengan diri kita sendiri...

Jika selama ini masih terjebak dalam kemaksiatan berulangkali, masih malas melakulan ibadah, masih sering terlena dengan kesibukan dunia.

Akuilah saja.. Barangkali kita jd tau, "jangan2 selama ini amalan kita blm diterima? Tp dosa kita kian bertambah"

Bersegeralah memohon ampun dan perbaiki amalan kita di akhir Ramadhan ini.

Perbanyak membaca do'a :

أللهم إنك عفوٌ تحب العفو فاعفوا عنا

"Ya Allah engkau adalah dzat yang Maha Pengampun dan mencintai pengampunan maka ampunilah kami"

Setelah Ramadhan pergi, tetap jagalah iman di hati. Lanjutkan segala upaya perbaikan diri. Semoga Allah panjangkan umur ibadah kita sampai berakhir husnul khotimah, syahid fii sabilillah.

Semoga bermanfaat🙏🏻

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mudah Menikah

Fenomena Left Grup Part 2

Renungan Pranikah