Corona dan Palestina

Seketika setelah wabah itu tiba, ritme hidup kita langsung berubah. Kita merasa ancaman ada dimana-mana meski tak kasat mata. Entah ada atau tidak, virus itu memang tak nampak tetapi kecemasan kita jadi terdampak. Satu persatu pasien berjatuhan. Isolasi pun terpaksa dilakukan.

Informasi penuh dari sana sini. Imbauan-imbauan berdatangan demi alasan keamanan. Kita harus waspada tetapi juga tetap menjaga ketenangan jiwa.

Coba menepi sejenak dari hiruk pikuk ramainya berita. Renungilah bahwa ujian ini pasti ada maksud dan tujuanNya. Coba resapi lagi perlahan pelajaran yang terkandung dibaliknya.

Bayangkan, kondisi ini terjadi berpuluh-puluh tahun. Kematian terjadi bergiliran. Ekonomi terhenti. Sekolah pun terancam. Trauma dimana-mana. Akankah kiranya kita mampu bertahan?

Sedang tidur enak tiba-tiba bom jatuh persis diatap rumah. Sedang belajar dengan serius, tiba-tiba tembakan datang menghujam. Sedang beribadah dengan tenang, tiba-tiba pukulan keras datang menyerang.

Apakah kita bisa rasakan bagaimana jika kita ada dalam kondisi seperti itu? Membayangkannya saja sudah lemas.

Itulah gambaran kondisi saudara dan saudari kita di Palestina yang sudah berpuluh tahun hidup dalam ancaman yang jauh lebih nyata. Diserang oleh zionis tak beradab dan durjana. Disaat itu, mereka harus kuat dan selalu waspada tetapi jiwa mereka senantiasa berupaya tenang dan tetap siaga.

Lalu apa yg membuat mereka kuat bertahan ditengah ancaman yang lebih mengerikan?

Sungguh hanya Allah yang Maha Kuat yang menguatkan. Sungguh hanya Allah yang Maha Pelindung yang melindungi. Tiada daya dan upaya melainkan atas KuasaNya. Hanya Allah satu-satunya penolong.

Maka ditengah kondisi perang, mereka terus berupaya dekat dengan Allah melalui Al-Qur'an. Seluruh hidup dan mati diserahkan sepenuhnya pada Allah yang Maha Menghidupkan dan Mematikan. Hingga perjuangan untuk dekat dan bertemu denganNya menjadi puncak kemenangan sejati. Hidup mulia dengan Al-Qur'an dan berjuang menjaga Masjidil Aqhso atau mati syahid di jalan Allah.

Lalu apa yang bisa kita teladani dari saudara kita di Palestina?

Mereka tetap manusia dan bukan malaikat. Rasa takut, cemas, trauma, sedih, sakit dan lainnya tetap bisa mereka rasakan. Tetapi, ada rasa lain yang lebih bisa menguatkan mereka. Rasa untuk senantiasa mendekat dengan Rabb pencipta Alam. Rasa yang membuat mereka mampu menghapus air mata, ialah keyakinan atas janji Allah yang pasti tertunaikan. Tiada tempat menetap terbaik selain syurga.

Maka saat ujian menimpa, kembalilah kepada Allah yang menurunkan ujian ini. Innalillahi wa innailaihi raaji'un. Mendekatlah padaNya yang padaNya terdapat pertolongan sejati. Bertawakalah kita pada Allah lalu jadikan ikhtiar kita untuk menjaga imun sebagai jalan untuk menjaga nikmat sehat pemberian Allah. Tenang, ada Allah. Terima dan tetap bersyukur atas segala kondisi kita saat ini.

Allah tidak akan menguji melebihi batas kemampuan diri. Bersabarlah dengan sabar yang indah. Mungkin dengan adanya imbauan untuk mengurangi aktifitas luar rumah menjadikan kita lebih dekat dengan keluarga dan juga lebih sering berinteraksi dengan Al-qur'an.

Sungguh, sejatinya masalah adalah saat kita jauh dariNya dan sejatinya anugerah adalah apa-apa yang mendekatkan kita padaNya.

Wallahu'alam bishoab.
Jaga Iman dan imun.

Asrida Juliana.
Inspirator Muslimah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mudah Menikah

Fenomena Left Grup Part 2

Renungan Pranikah