Pensil vs Pulpen



Halo teman lamaku. Kita berjumpa lagi. Aku ingin mengenang jasa-jasamu hingga aku bisa seperti saat ini. Ya dia adalah pensil sesosok benda mati yang membantuku dalam belajar. Dahulu dari mulai taman kanak-kanak hingga sekolah dasar pensil selalu menemaniku. Tak pernah pergi dari kehidupanku.

Tapi ia tidak sendiri loh. Selalu ada sahabat sejati yang menemaninya yaitu penghapus. Yup, penghapus ada sobat yang paling setia dan sabar menemani pensil. Kalau hanya ada pensil, mungkin saat itu akan akan merasa kesulitan. Tetapi, saat ada penghapus akupun tak takut lagi untuk belajar. Tak khawatir jika salah. Kan nanti ada penghapus yang bisa membersihkan dan membatuku untuk memperbaiki kesalahanku. Begitu bahagianya aku belajar bersama dua sahabatku yaitu pensil dan penghapus.

Sampai pada akhirnya menginjak remaja sampai saat ini aku jarang sekali memakainya lagi. Saat ini pensil dan penghapus telah tergantikan dengan pulpen. Bahkan saat ini pulpen yang lebih sering menemani perjalanan hidupku. Menemaniku saat mengerjakan tugas bahkan saat ujian. Tapi kenapa?

Jika kita mau mengambil pelajaran dari pensil dan pulpen.
Jika kita ingin menyadari peran mereka atas hidup kita. Mengapa mereka ada dan tergantikan.
Mungkin ada satu makna yang bisa kita ambil dan petik hikmahnya.

Saat kecil dulu, awal sekali kita belajar menulis. Jarang ada orang yang sekali belajar ia langsung bisa kan?  pasti pernah melakukan kesalahan-kesalahan.
Tetapi apakah ketika kita salah lantas kita berhenti untuk belajar?  tentu tidak. Kita terus belajar. Bahkan dengan giatnya dan tak takut lagi untuk salah. Karena kita punya penghapus. Dimana penghapus memberikan kesempatan kepada kita untuk belajar dari kesalahan. Untuk jangan khawatir jika salah, pasti ada cara untuk memperbaikinya.

Sampai pada akhirnya kita harus melepas pensil dan penghapus kemudian menggantikannya dengan pulpen. Sesuatu yang asing. Sesuatu yang terlihat lebih nyata dibandingkan dengan pensil. Lebih terang dan jelas. Tak ada pilihan lain selain mencoba bersahabat dengannya. Hingga awalnya terpaksa sampai saat ini menjadi terbiasa.

Ternyata pulpen menyimpan banyak pesan untuk kita semua. Tanpa kita sadari usia kita terus bertambah, baik secara fisik maupin psikis. Dan kesadaran itu bisa kita kaitkan dengan pensil dan pulpen ini.

Mungkin dulu kita ibarat pensil. Yang selalu bergantung pada penghapus. Jikaa tidak ada penghapus mungkin kita hampir saja tidak bisa melakukan apa-apa karena ketakutan kita sendiri.

Sama halnya seperti anak-anak, mereka yang tidak diberikan edukasi dan kepercayaan dari orang tuanya akan selalu merasa takut salah. Karena sejatinya mereka selalu butuh sandaran. Butuh dukungan dari orang terdekatnya yaitu orang tuanya. Sehingga orang tua ibarat penghapus, yang akan menjadi tempat mereka bersandar ketika salah dan bertanya hingga kita bisa kembali memperbaiki kesalahan kita dan terus belajar lagi.

Tetapi, saat masa kanak-kanak telah usai maka mau tidak mau kita harus hadapi masa remaja dan dewasa sebaik mungkin. Layaknya pulpen. Kehidupan kita kini makin terlihat jelas, pasti, dan bahkan diharapkan tanpa kesalahan. Ketika kita menggunakan pulpen pasti kita selalu berharap untuk meminimalisir kesalahan. Karena kalau salah sudah tidak ada lagi penghapus. Mungkin ada berbagai alat untuk menghapusnya tapi tentunya tidak akan bisa menutupi kesalahan kita lagi.

Maka dari pulpen kita belajar bagaimana caranya agar kita bisa meminimalisir kesalahan. Maka diperlukan pemikiran dalam mengambil kebijakan. Maka diperlukan juga ketegasan dalam memutuskannya.

Karena jika hanya menulis tanpa tau arah tujuan maka takkan bermakna dan jika menulis dengan keraguanpun takkan jadi akhirnya. Maka pulpen mengajarkan kita untuk lebih dewasa lagi menyikapi kehidupan. Karena kita sadar kita tak bisa seperti dulu lagi. Layaknya pensil dan penghapus. Kita harus mandiri dan penuh keyakinan seperti pulpen. Maka jangan mengaku dewasa jika masih berada dalam keraguan. Renungi dan yakini bahwah kita bisa menuliskan banyak kebermanfaatan bagi sesama jika kita mau dan melangkah tanpa keraguan.

"Karena aku adalah penulis buku catatan amalku sendiri" maka ukirlah seindah mungkin. Warnai dengan kebermaknaan dan kebermanfaatan.

Semangat menajadi Pulpen kehidupan, yang akan mengukir harapan dan mewujudkan impian-impian.

Asrida Juliana, 11 November 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mudah Menikah

Fenomena Left Grup Part 2

Renungan Pranikah